Minggu, 21 April 2013

Saya Bangga Berada Di Barisan Dakwah Ini




#Sharing 15 Tahun PKS
Oleh Akmal Sjafril
@malakmalakmal


pkspasarmanggis - Menyambut 15 tahun PKS, saya ingin ikut berkontribusi. Sekedar sumbang cerita. Saya bukan Qiyadah, karena itu, saya tidak ikut Rapimnas ke Semarang. Jadi, nge-tweet aja deh. Di PKS, saya bukan siapa-siapa. Anehnya, kalau ada apa-apa soal PKS, ada aja yang nanya ke saya. Ini bukan kasus saya saja. Diam-diam, banyak sekali kader PKS yang mengalami hal yang sama. Mereka, seperti saya, cuma kader biasa. Tapi kalau ada berita soal PKS, di mana-mana responnya luar.

Banyak yang bukan kader PKS tapi kalau bicara soal PKS heboh sekali. Lebih heboh daripada kader-kader PKS. Sekilas, mereka kelihatan banyak tahu daripada kader-kader PKS. Lucu juga sih. Ketika ada isu “faksi keadilan” dan “faksi sejahtera”, siapa yang heboh? Kader, gitu? Paling maksimal, kader PKS hanya keheranan. Dari mana datangnya isu faksi macam-macam begitu? Ada juga slogan yang sering diulang-ulang: “PKS sudah ditinggalkan kader-kader aslinya!” Siapa yang heboh mendengar berita seperti ini? Kader? Ciyus? Enelan? :p

Tapi bohong juga kalau saya, anak bawang di gerbong dakwah ini, mengaku tidak pernah gamang. Saya pun, seperti anak-anak bawang lainnya, pernah gamang mendengar dan membaca berita-berita soal PKS. PKS ditinggalkan kader-kader aslinya! Bukan main bombastisnya berita ini! Tapi apa benar? Sampai akhirnya saya hadir ke acara Milad PKS (tahun berapa? Lupa). Ternyata, kader-kader lama masih aktif aja tuh. Kader-kader meninggalkan PKS? Ada, tapi kata siapa banyak? Banyak itu berapa persen? Berapa banyak, sih? Saya pun mengenal beberapa orang yang benar-benar pernah jadi kader PKS dan sekarang telah keluar. Alhamdulillaah, setelah mengenal mereka, saya makin yakin untuk tetap berada di PKS.

Hal lain yang menarik adalah betapa banyak orang salah sangka mengenai kader-kader PKS, terutama tentang cara kami memandang PKS. Banyak orang berpikir bahwa bagi kami PKS adalah segala-galanya. Seolah-olah tiap hari, tiap jam mikirin PKS. Malah saya heran, karena yang benci banget sm PKS itulah yang lebih banyak mikirin PKS. Tidak, isi kepala kami bukan PKS melulu. Allah dan Rasul-Nya, Islam, dakwah, tarbiyah, itulah yang menyita pikiran kami. Percaya atau tidak, baru beberapa tahun terakhir saja saya punya atribut PKS.

Tahun lalu akhirnya saya punya baju PKS berwarna putih. Sengaja beli supaya sesuai dengan dress code Milad di GBK. Punya atribut PKS memang nggak penting2 amat. Toh, di mata sebagian orang, tetap saja saya identik dengan PKS. Kampanye? Walah, saya males banget ikutan yang beginian. (mudah2an nggak di-iqob!) :D

Kalau ada kampanye, biasanya diawali dengan taujih. Nah saya datang untuk dengerin yang satu itu! Atau, beberapa tahun terakhir ini, biasanya ada senam. Ini juga asyik untuk diikuti. Bikin sehat. Kampanye keliling kota? Hmmmm belum pernah tuh... (ampuuun saya kader yang bandel!) Makanya saya heran kalau orang berpikir bahwa kader-kader PKS selalu mikirin PKS. Islam lebih luas daripada PKS, bro!

Itulah sebabnya sampai sekarang saya temukan ada saja orang yang terkaget-kaget dengan eksistensi kader-kader PKS. Misalnya, kaget begitu mengetahui bahwa bosnya di kantor adalah kader PKS. Ada juga yang kaget ketika mengetahui bahwa tukang mie ayam langganannya ternyata kader PKS. Pengurus DPC pula! Ngomong-ngomong, mantan supir antar jemput langganan saya waktu TK sekarang jadi sesepuh PKS di daerahnya juga. Di PKS ada pengusaha, programmer, dosen, tukang sayur, montir, kartunis, dan sebagainya. Mantan preman juga ada! Mereka jarang pakai atribut PKS atau bahkan hampir tak pernah bicarakan PKS. Ada temen kuliah yang bilang, “Kalo ada mahasiswa cakep dan alim dikit aja, gak jauh2 deh dari PKS!” Dia termasuk yang gak nyadar kalo saya juga kader PKS. Padahal saya kan sesuai banget dengan deskripsi tadi. :p

Tidak semua kader PKS itu sibuk di PKS. Banyak yang kesibukannya di luar PKS. Mereka yang menonjol di bidangnya masing-masing biasanya dibiarkan aktif di luar partai. Sebab memang di situ lahan dakwahnya. Salah satu karakter penting dan kunci sukses PKS adalah jati dirinya sebagai partai kader. Setiap kader, tanpa kecuali, harus mengikuti program tarbiyah. Ada alurnya, ada kurikulumnya. Nggak ada ceritanya orang baru masuk PKS tau-tau udah jadi anggota Majelis Syuro, misalnya. Makanya, kalo ada yang nyinyir menuduh kader-kader PKS ingin kejar jabatan, ya kita nyengir aja deh. Mau jadi Ketua DPC? Boleh. Udah apal berapa juz? Mau jadi Presiden PKS? Boleh juga. Udah apal berapa juz? :D Hapalan mentok di Juz 30? Hmm….waiting list deh ya, 1.000 taun lagi! wkwkwkwk

Di PKS, mengajukan diri tidak dibudayakan, bahkan tidak diperbolehkan. Kalau ada yang ajukan diri jadi Presiden partai, insya Allah dia takkan jadi presiden selama-lamanya. Soal menolak jabatan, kader-kader PKS paling jago. Ini partai paling nggak jelas, emang. LOL
Syahdan, ada seorang ustadz yang ditunjuk untuk jadi caleg. Panik, beliau langsung melancarkan lobi2 maut supaya penunjukannya dibatalkan. Supaya dibatalkan, lho! Lobi-lobi gagal, mental semua. Alasannya: kalau 1 orang boleh mundur tanpa alasan syar’i, ntar semua pengen ikutan. Alhasil, keluarlah jurus terakhir. Infaq! Yak, beliau berjanji akan infaq dalam jumlah besar. Syaratnya, dia gak disuruh jadi caleg! Gimana akhir ceritanya? Hehe rahasia ah... yang jelas, keanehan-keanehan macam begini memang ada aja di PKS.

Kaderisasi di PKS mmg gak sembarangan. Yang pasti, semua kader wajib ngaji. Minimal sekali sepekan. Kenapa? Ya, supaya kondisi ruhiyyahnya di-charge terus. Kalau jiwanya hidup, yang lain ngikut. Pengajiannya sekali sepekan, tapi tarbiyah dirinya setiap hari. Ini justru yang paling penting. Waktu saya baru mulai ngaji, sempat keheranan juga. Ibadah aja kok sistematis banget. Biasanya, shalat-shalat sunnah itu ya tergantung selera aja. Tapi di PKS, semua dilatih. Kalo bisa dibikin sistematis, kenapa nggak? Tilawah, shalat dhuha, qiyamul lail, shaum sunnah, semua terencana. Gimana kalo latihannya nggak niat, sehingga gak ada progres? Ya gak apa-apa sih, tapi gak bakal maju-maju kalo gitu. Semakin besar amanah, semakin kencang fitnahnya. Maka, pegangannya harus makin kuat. Setelah dapat amanah besar malah gak ada waktu untuk ibadah harian? Yang kayak gitu bisa ‘ditarik’ kapan aja. Almarhumah Bu Yoyoh Yusroh, ibu dari 13 orang anak merangkap anggota DPR, tilawahnya 3 juz sehari.

Kenapa? Ya, tilawah 1 juz sehari itu standar kader biasa, bro. Bukan beliau aja. Banyak ustadz/ah lain yang ibadah hariannya tidak kalah ‘mengerikan’. Tapi tak usahlah disebut-sebut. Untuk beberapa fungsionaris seperti anggota DPR, memang ada pengecualian. Bisa saja orang menjadi aleg FPKS dari ‘jalur profesional’. Artinya, ia direkrut karena keahliannya, meski tidak ada background ‘ngaji’. Kok bisa? Ya, soalnya di PKS, aleg itu bukan ‘raja-raja kecil’. Mereka adalah pion-pion partai. Tugas mereka adalah menjalankan amanah dari partai. Tidak amanah? Tegur! Ngeyel? Pecat! Beresss.

Itulah mungkin salah satu sebabnya mengapa di PKS jarang ada konflik internal. Sebab, seluruh fungsionaris partai adalah pelaksana amanah dari partai. Tidak boleh membawa kepentingan pribadi. Beda pendapat itu biasa, tapi diselesaikan di syuro. Selepas syuro, tidak ada pendapat selain pendapat syuro.

Ada evaluasi atau otokritik? No problem. Dibahas lagi di syuro. Nggak ada yang ngomong“Gw bilang juga apa....!?” Kader-kader PKS, karena memang hidupnya bukan hanya di PKS, mencari nafkah pun tidak di PKS. Meski ada yang secara profesional digaji oleh partai, tapi penghasilan utamanya bukan di situ. Partai adalah sarana dakwah, bukan sarana memperkaya diri. Kalau PKS gelar aksi munashoroh Palestina di sekitar Bundaran HI, misalnya, berangkat dengan dana sendiri-sendiri. Ada sih yang nyewa bis dengan ongkos dari partai. Ada juga yang makan siangnya dikoordinir. Tapi nerima amplop sih nggak deh. Udah capek-capek ke lokasi, berpanas-panas, teriak-teriak, eh disuruh infaq pula! Itu sih biasa di PKS. Biarpun kondisi kadernya macem-macem, gak saling iri. Yang miskin gak dengki sama yang makmur. Makanya, waktu ada omongan, “kasihan kader-kader yang miskin melihat qiyadah yang kaya-kaya”, saya bingung. Kader yang mana? Kader mana yang suka ngiri dengan kemakmuran saudaranya? Kader yang sering bolos ngaji kali yee…

Padahal, semua orang sudah tau bahwa makin banyak sedekah, makin lancar rejekinya. Jadi, kalau ustadz-ustadz pada makmur, ya gak usah curiga. Infaqnya juga gede-gede. Wajar rejekinya lancar. Ust. Lani, tokoh senior di PKS, juga pernah bilang begitu. Biasanya, yang makmur-makmur itu ya yang infaqnya gede-gede. Gak usah ngiri. Apa ada buktinya? Ah, ntar kalo disodorin bukti dan saksinya, malah dituduh riya’ lagi... Gak usahlah... :D

Di PKS, tradisinya ‘jemput bola’, bukan menunggu. Semua kader harus proaktif. Jadi jangan heran, ketika PKS ‘disentil’, Presiden PKS langsung berorasi. Mesin partai segera bekerja. Biarpun partai kecil, tapi semua proaktif. Gak perlu instruksi. Semua bekerja dengan caranya masing-masing. Kader-kader PKS dari Sabang sampai Merauke, di dalam dan di luar negeri, semuanya bekerja.

Tak terasa, sudah 15 tahun PKS. Rasanya baru kemarin berdiri. Waktu itu saya masih SMA. Masih bejibun PR yang belum tuntas. Tantangan dari hari ke hari makin berat. Ini sunnatullaah untuk gerakan dakwah. PKS masih banyak kekurangan. Kader-kader PKS paling tahu soal ini. Kader-kader PKS tumbuh dewasa bersama jama’ahnya. Tidak ada yang tiba-tiba. PKS seperti anak macan yang baru lahir ‘kemarin’. Perlahan-lahan, taring dan kukunya tumbuh. Tapi gak usah takut, karena macan yang satu ini punya slogan yang sangat simpatik: Cinta, Kerja dan Harmoni :)

Saya bangga berada di barisan dakwah ini, meski saya bukan siapa-siapa.

Allaahu Akbar!!!

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More