Minggu, 12 Juli 2009

Menguji Kedewasaan Para Capres, Belajar dari Adang-Dani

Hari ini rakyat Indonesia menjalani proses demokrasi yang penting dengan memilih Calon Presiden yang akan memimpin negeri ini lima tahun kedepan. Harus diakui, meskipun pasangan calon yang maju lebih sedikit (3 pasangan) dibanding pasangan calon pada Pilpres Tahun 2004 (5 pasangan), namun suasana “panas” persaingan antara pasangan calon kali ini lebih terasa. Bagaimana tidak, ketiga calon presiden yang maju masing-masing adalah “orang-orang lama” yaitu mantan presiden, presiden incumbent dan wakil presiden incumbent. Persaingan seperti ini mungkin hanya terjadi di Indonesia.Suasana panas pada Pilpres ini terjadi karena adanya saling “serang” antar kandidat dan terutama antar tim sukses serta isu kecurangan yang berhembus. Dibanding menonjolkan program, saling serang bahkan kampanye hitam dan fitnah terhadap pasangan capres lebih menonjol dalam Pilpres sekarang. Saling serang dan singgung bahkan sudah dimulai sejak Deklarasi pasangan capres sampai dengan rangkaian akhir dari Debat Capres dimana salah satu Capres masih menyinggung Capres lain. Pertarungan dan saling serang lebih panas pada tim sukses Capres yang justru memperpanas suasana dan dapat membawa perseteruan di tingkat pendukung di akar rumput. Bahkan diujung masa kampanye pun isu kecurangan masih merebak. Meskipun diawali dengan kampanye Pilpres damai, namun Pilpres kali ini memang sarat dengan kampanya dan penyebaran isu sampai adu kata-kata yang sedikit menyimpang dari kesan damai.

Ditengah suasana tensi tinggi pada Plipres kali ini, yang patut ditunggu adalah bagaimana sikap para Capres yang ternyata nantinya kalah dalam proses Pilpres, apalagi jika Pilpres berlangsung cukup berlangsung dalam satu putaran. Tentu publik berharap Pilpres bukan hanya berlangsung aman dan damai, namun juga ada kedewasaan dari Capres yang kalah untuk menerima kekalahan dengan sportif. Dari tingkatan yang paling rendah yaitu mengakui kekalahan begitu hasil Pilpres dipastikan diketahui, sampai tingkatan yang paling tinggi yaitu mendukung Capres yang menang dan menghimbau seluruh kader dan simpatisannya mendukung program positif dari Capres yang terpilih. Kedewasaan sikap ini penting karena sejarah Pilpres langsung tahun 2004 lalu menunjukkan bahwa Capres yang kalah pada putaran kedua ternyata belum sepenuhnya menerima kekalahan dan belum mau bertegur sapa dengan Capres yang menang, bahkan sampai beberapa tahun kemudian.

Dalam hal kedewasaan sikap dalam proses pemilihan pemimpin ini, Para Capres perlu belajar dari pasangan Calon Gubernur DKI dari PKS dalam Pilkada DKI Tahun 2007 lalu yaitu Adang Daradjatun dan Dani Anwar. Kala itu, tensi proses Pilkada tidak kalah tingginya dengan Pilpres saat ini. Mulai dari pengeroyokan oleh partai-partai dimana semua partai selain PKS mendukung pasangan Fauzi Bowo-Prijanto, isu politisasi birokrasi yang merebak kuat karena kandidat pesaing adalah wakil gubernur incumbent, pemanfaatan program Pemda DKI untuk kampanye, pelibatan tokoh agama, kampanye hitam, indikasi politik uang (money politic) sampai dengan masalah Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang kacau dan ditemukannya indikasi pemilih gelap (Ghost Voter) hasil riset sebuah lembaga penelitian. Dapat dikatakan, pada Pilkada DKI inilah masalah DPT pertama kali muncul dan tidak didapatkan penyelesaian sampai dengan proses Pilkada berlangsung.

Namun ditengah berbagai masalah dan indikasi kecurangan tersebut, begitu hasil Pilkada diketahui sesaat setelah waktu pemilihan, Pasanga n Adang-Dani bersama jajaran pimpinan PKS DKI Jakarta langsung mengucapkan selamat kepada pasangan Cagub yang terpilih yaitu Fauzi Bowo-Prijanto. Bahkan Adang-Dani dan PKS DKI Jakarta juga menghimbau para kader dan simpatisan untuk mendukung kepemimpinan dan program-program yang baik dari Cagub terpilih. Padahal diluar dugaan, Adang-Dani hanya kalah tipis dari pesaingnya yang didukung banyak partai. Tidak mengherankan sikap Adang-Dani dan PKS DKI Jakarta kemudian mendapat pujian dari berbagai kalangan. Bahkan banyak orang di luar Jakarta yang mengatakan pasangan Adang-Dani tidak kalah dalam Pilkada tersebut dan memuji kerja keras dan soliditas kader PKS DKI Jakarta. Tampaknya Capres dalam Pilpres kali ini harus belajar dari Adang-Dani dalam kedewasaan menerima hasil pemilihan.

http://pks-jakarta.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=235:menguji-kedewasaan-para-capres-belajar-dari-adang-dani&catid=42:berita-utama&Itemid=54

Massa Tumpah Ruah di Kampanye Akhir SBY-Boediono


Jakarta (4/7). Gelora Bung Karno (GBK) Senayan, dipadati oleh massa pendukung capres dan cawapres SBY-Boediono yang akan mengikuti kampanye putaran terakhir pasangan nomor urut dua tersebut. Selain dipadati oleh massa dan pengurus 23 parpol pendukungnya, kawasan Senayan juga dipadati oleh massa Koalisi Kerakyatan dari kalangan buruh, petani, pelayan, pedagang kaki lima, tukang parkir, keluarga TKI, dan tokoh agama.Acara yang dimulai pada pukul.14.00 WIB ini, dipandu oleh pelawak Eko Patrio dan Cagur, dan dimeriahkan oleh band-band papan atas seperti GIGI, Ungu, Coklat, Andra and The Backbone, juga grup nasyid Justice Voice dan Izzatul Islam.Puncak acara berlangsung pada pukul 16.30 dengan dinyanyikannya lagu kebangsaan Indonesia Raya yang dipandu oleh penyanyi Rio Febrian, dan dimeriahkan dengan pagelaran Tari Nusantara oleh lebih dari 200 penari serta atraksi bendera merah putih.Dalam orasinya, cawapres Boediono menyatakan harapannya agar Pilpres 8 Juli mendatang bisa berjalan dengan baik, jujur dan adil. Dan apapun hasilnya nanti, lebih lanjut Boeduono mengatakan agar pihak yang kalah maupun yang menang sama-sama berbesar hati. Yang menang tidak mengintimidasi yang kalah, dan yang kalah tetap menghormati yang menang.Sedangkan SBY mengatakan dalam orasinya bahwa pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu membawa Indonesia ke arah yang lebih baik, adil dan sejahtera. SBY juga memaparkan hasil pemerintahannya selama 5 tahun antara lain telah mampu mengatasi krisis multidimensi yang sudah berlangsung sejak 11 tahun yang lalu. Ditekankan oleh SBY bahwa 5 tahun yang akan datang sangat menentukan sejarah baru bagi Indonesia. Kuncinya adalah diperlukan pemerintahan yang bersih, cakap, dan memiliki pengabdian yang tinggi dan siap bekerja keras untuk rakyat.SBY juga memaparkan program-program nasionalnya jika terpilih kembali menjadi presiden. Ada 5 agenda besar yang akan dijalankan dalam 5 tahun yang akan datang, yaitu peningkatan ekonomi dan kesejahteraan rakyat, pembangunan pemerintahan yang bersih dan berwibawa, terjaminnya demokrasi dan hak asasi manusia, penegakan hukum dan pemberantasan korupsi, serta pembangunan yang makin adil dan merata.Untuk mencapai itu, ada 15 program unggulan. Antara lain, pertumbuhan ekonomi di atas tujuh persen, pengurangan kemiskinan hingga di bawah sepuluh persen, pengurangan pengangguran hingga enam persen, peningkatan pendidikan dan kesehatan, kekuatan pangan, serta pembangunan infrasturktur.
Di akhir orasinya, SBY mengajak rakyat Indonesia agar tetap waspada akan adanya kampanye hitam yang mungkin terjadi di masa tenang ini. “Kita doakan bersama agar pihak-pihak yang menyebarkan fitnah mendapatkan hidayah dari Allah SWT,” ujar SBY.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More