Jumat, 25 Desember 2009

Dauroh Janaiz







PKS Pasar Manggis. Agama Islam telah mengajarkan kepada kita jika melihat seseorang yang meninggal dunia lalu kemudian kita mengerjakan fardhu kifayah. Kenapa demikian ? Salah satu contohnya jika kita tidak memandikan, mengkafani, menguburkan jenazah, maka yang berdosa bukanlah keluarganya melainkan umat Islam.

Untuk itulah, agar kader da’wah Pasar Manggis dapat menyelenggarakan proses memandikan dan mengkafan jenazah, Ahad, 13 Desember 2009 bertempat di DPC PKS Setia Budi, DPRa PKS Pasar Manggis mengadakan Dauroh Janaiz yang merupakan salah satu program Unit P2O.

Hampir satu jam telah dari undangan yang diterima, akhirnya tepat pukul 11.15 WIB acara dibuka oleh akhuna Marno dan tilawah oleh akhuna Rizal. Minimnya peserta Dauroh Janaiz, tidak membuat surut nara sumber Ustadz Muhammad Ridwan untuk memberikan ilmunya, baik teori maupun praktek.

Dalam teorinya Ustadz Muhammad Ridwan menjelaskan adab ketika menghadapi orang yang sakratul maut, diantaranya adalah: Hendaklah membaca kalimah thoiyyibah; Sunat dibacakan Yassin ketika itu; Jika orang yang sakratul maut itu membutuhkan minum, berikan sedikit minuman; Jangan pula ada orang yang bergurau kosong, menyanyi-nyanyi, ketawa ketika berhadapan dengan orang sekarat; Bacalah apa saja yg patut sebagai hadiah orang hidup kepada orang yang berada di dalam kesusahan; Menyadari bahwa kita akan mengalami hal itu

Ustadz Muhammad Ridwan pun menjelaskan adab terhadap jenazah, yaitu : Pejamkan matanya. Ikatlah dagunya serta kepalanya dengan ikatan yang lebar jika mulutnya terbuka, agar tidak ternganga. Letak di atas perutnya sesuatu penindih yang sewajarnya, agar tidak mengembung; Senamkan sendi-sendi tubuhnya perlahan-lahan, jika memungkinkan, jika tidak biarkan saja; Tinggikan sedikit tempat jenazah dan arahkan kaki ke kiblat; Tanggalkan pakaiannya dan tutupi dengan kain ke seluruh tubuhnya; Letakkan kedua tangannya di antara pusat–dada, seperti orang solat; Segerakan membayar hutangnya, jika dia berhutang; Mengikhlaskan kematiannya, terutama kepada ahli keluarganya dengan aturan sebagai berikut; Haram menjerit dan meratapinya; Haram memukul-mukul pipi, mengoyak–ngoyak baju dan sebagainya; Boleh menangis tanpa menyebut–nyebut sesuatu dan hendaklah banyak bersabar.

Kesepakatan antara nara sumber dengan peserta adalah teori dahulu baru praktek, namun ustadz menginginkan langsung praktek saja, apalagi teorinya sudah mengarah ke praktek.

Ustadz Muhammad Ridwan, memberitahukan alat–alat yang harus ada ketika memandikan jenazah yakni: Tempat pemandian jenazah; 2 buah baskom atau semacamnya; 1 atau 2 buah bak air diisi dengan air mutlak; Baskom 1 diisi dengan air bidara atau kembang wangi (tidak mutlak); Baskom 2 diisi dengan air kapur barus; Sediakan sarung tangan 2 atau 3 helai; Masker; Sediakan kain untuk menutup mayat saat dimandikan berukuran sekadar menutup aurat mayat, sebaiknya berwarna gelap atau kain batik; Tanah debu untuk tayamum bagi mayat kanak-kanak yang belum berkhitan atau orang dewasa dan untuk mayat yang uzur; Sabun; Kapur barus; Cottonbud; Daun bidara atau kembang wangi; Tempat mayat itu hendaklah di bilik yang tertutup supaya jangan dilihat orang yang tidak berkepentingan; Sebaik-baiknya letakkan mayat di tempat yang tinggi; Selang dengan air mengalir; Gayung.

Ustadz Muhammad Ridwan pun menjelaskan siapa saja yang boleh memandikan jenazah yaitu: Orang Islam; Merdeka; Bukan pembunuh mayat; Dewasa; Bukan musuh si mayat; Orang yang jujur dan amanah (yang tidak akan menceritakan keburukan mayat); Bukan orang yang fasik; Orang yang ahli atau mengetahui mandi mayat. Serta adab terhadap jenazah bagi orang yang memandikan jenazah yakni Jangan sekali-kali menceritakan hal keburukan tubuh mayat tetapi sebaliknya disunahkan menceritakan kebaikan si mayat itu kepada keluarganya.

Setelah mempraktekkan dan menjelaskan cara memandikan jenazah, ustadz Muhammad Ridwan pun memberitahukan bahan yang harus disiapkan untuk mengkafani mayat, yaitu : Kain kafan ukuran min 4x panjang tubuh jenazah; Kapas 2 gulung; Air mawar 1 botol; Cendana secukupnya; Kapur barus; Gunting; Jika ada tikar boleh untuk alas.

Adzan Dzuhur berkumandang, ustadz Muhammad Ridwan menyarankan untuk Shalat Dzuhur terlebih dahulu, baru kemudian dilanjutkan praktek mengjafani jenazah.

Setelah Shalat Dzuhur berjama’ah di Mushalla Darul Hikmah, Dauroh Janaiz pun dilanjutkan dengan menyiapkan kain kafan diantaranya : Potongkan kain putih sepanjang mayat dan lebihkan 1 kaki 6 inci di kedua-dua hujung kepala dan kaki; Kain putih lebih utama jika 3 lapis bagi mayat lelaki dan 5 lapis bagi mayat perempuan. Bagi mayat lelaki di sunahkan membuat baju (tidak berjahit) dan serban bagi mayat. Sementara bagi mayat perempuan dipakaikan jilbab (tidak berjahit); boleh menggunakan kain ihram; Potong di tepi kain selebar 14 inci untuk digunakan sebagai tali pengikat sebanyak 5 utas tali; Kain kafan dibentangkan sehelai demi sehelai dan ditaburkan di atasnya serbuk pewangi seperti debu kayu gaharu atau kapur barus atau sebagainya dan di alas di atas kain kafan dengan kapas

Akhuna Marno pun dijadikan model menjadi jenazah dan siap untuk dikafankan. Peserta membantu nara sumber dengan mengukur akhuna Marno yang menjadi model jenazah dengan tali rafia, memotong kain kafan serta membentangnya dan meletakkan akhuna Marno dan membungkus serta mengikatnya seperti jenazah sungguhan.

Ketika Kita Kembali Kepada Allah

Agama Islam telah mengajarkan kepada kita jika melihat seseorang yang meninggal dunia lalu kemudian kita mengerjakan fardhu kifayah. Kenapa demikian ? Salah satu contohnya jika kita tidak memandikan, mengkafani, menguburkan jenazah, maka yang berdosa bukanlah keluarganya melainkan umat Islam.

Fardhu Kifayah terbagi menjadi empat bagian, yakni :

Pertama Memandikan. Secara fisik memandikan itu maknanya adalah menghilangkan najis dan kotoran. Namun memandikan secara maknawiyah adalah membersihkan dan mensucikan dari segala dosa dan kesalahan.

Kedua mengkafani. Setelah jenazah dimandikan kemudian dikafani, dan kafan dalam ajaran Islam adalah kain yang menutup seluruh tubuh jenazah. Kain kafan yang digunakan adalah kain yang bagus tetapi tidak mewah dan mahal, dengan tujuan agar tubuh jenazah tertutup oleh kain dengan kuat dan tidak transparan. Kemudian kain kafan dianjurkan berwarna putih, karena didalamnya ada harapan. Kita tidak hanya menutup jenazah dengan kain kafan semata karena aurat, tetapi ada harapan akan aib–aib kekurangan–kekurangan jenazah selama hidup ditutupi oleh Allah SWT.

Ketiga mensholatkan. Shalat jenazah adalah yang paling pendek tidak sampai satu raka’at, tidak seperti shalat witir yang dilakukan sedikitnya satu raka’at. Hitungan satu raka’at dimulai waktu berdiri, ruku’, i'tidal, dua kali sujud dan berdiri kembali, sementara shalat jenazah tidak dengan ruku’ dan sujud. Tetapi dalam shalat pendek yang tidak sampai satu raka’at, orang yang menshalatkan jenazah diwajibkan membaca takbir sebanyak empat kali. Takbir sebanyak empat kali maknanya adalah bahwa kematian seseorang atas kebesaran dan kehendak Allah SWT. Takbir tersebut menegaskan kepada yang shalat dan kepada orang–orang sekitar yang mungkin tidak bisa ikut menshalatkan bahwa peristiwa kematian itu adalah kehendak dan kebesaran Allah SWT.

Keempat menguburnya. Mengubur jenazah itu lebih diutamakan hanya dengan kain kafan itu saja, kecuali kalau ada hal–hal yang lebih mengharuskan seperti jenazah sudah membusuk, kuburan yang berair, dan lain sebagainya yang mengharuskan jenazah memakai peti. Para ulama sepakat bahwa tidak diperbolehkan meninggikan kuburan lebih dari sejengkal. Boleh membuat kuburan menjadi melengkung dan boleh juga meletakan sesuatu diatasnya sebagai tanda bahwa itu adalah kuburan.

Dua hal mengenai kuburan, yaitu :

Pertama, kuburan bukan alam kubur. Yang dimaksud alam kubur atau alam barzah adalah suatu alam dimana ruh itu hidup hingga datangnya hari Kiamat. Dalam ajaran Islam bahwa setiap manusia yang meninggal lalu dikubur ataupun tidak dikubur, apakah jenazah itu dibakar, dibuang ke laut tetap ruhnya berada dalam alam kubur.

Kedua, ziarah kubur. Ziarah ke kubur keluarga atau sahabat bukanlah langsung dari ajaran Islam. Karena yang dimaksud ziarah kubur adalah dapat dilakukan ke kubur siapa saja, karena pesan dari ziarah kubur adalah suatu saat nanti kita akan meninggal dan dikubur.

Sumber : Ustadz Drs. Muchlish Abdi – Buletin Jum’at Al Ihsan, Buletin Masjid Baitul Ihsan Bank Indonesia Edisi 248 15 Februari 2008.


Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More